Menkeu Sri Mulyani: Dunia Berubah Drastis, KEM-PPKF 2026 Hadapi Tantangan Global
Jakarta, 20 Mei 2025 | gerungnews.com
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa penyusunan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun Anggaran 2026 dihadapkan pada perubahan global yang sangat drastis dan fundamental. Hal itu disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta, Selasa (20/5), yang mengagendakan Pengantar dan Keterangan Pemerintah atas KEM-PPKF 2026.
Dalam pidatonya, Menkeu menyoroti perubahan dramatis dalam tatanan dunia pasca-pandemi dan di tengah meningkatnya tensi geopolitik.
“Globalisasi dan kerja sama antarnegara kini bergeser menjadi fragmentasi dan persaingan sengit. Proteksionisme dan prinsip ‘my country first’ telah menggoyahkan fondasi tatanan multilateral yang dibangun sejak akhir Perang Dunia II,” ujar Sri Mulyani.
Risiko Global Meningkat, Ekonomi Dunia Direvisi ke Bawah
Sri Mulyani menjelaskan bahwa ketegangan geopolitik dan perang tarif telah menyebabkan gangguan rantai pasok global, mendorong aliran modal keluar, serta memicu volatilitas nilai tukar dan inflasi. Proyeksi pertumbuhan global pun ikut dikoreksi ke bawah.
Dana Moneter Internasional (IMF), kata Menkeu, memperkirakan pertumbuhan ekonomi global hanya akan mencapai 2,8% pada 2025, turun 0,5 poin dari proyeksi awal. Sementara itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia juga direvisi turun 0,4%, menjadi 4,7% untuk tahun 2025 dan 2026.
Langkah Antisipatif Pemerintah: Deregulasi dan Insentif Fiskal
Menghadapi ketidakpastian tersebut, pemerintah mengambil berbagai langkah mitigasi, termasuk deregulasi, reformasi iklim investasi, dan insentif fiskal. Instrumen APBN dimanfaatkan secara fleksibel untuk menjaga stabilitas, mendukung dunia usaha, dan melindungi masyarakat dari dampak gejolak ekonomi global.
“Pemerintah terus melakukan penyederhanaan regulasi, memacu investasi, dan memperbaiki iklim produksi serta perdagangan melalui negosiasi strategis dan dukungan fiskal,” kata Sri Mulyani.
Fokus Fiskal 2026: Mandiri dan Tangguh
Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan fiskal 2026 diarahkan untuk mewujudkan kedaulatan pangan, energi, dan ekonomi sebagai pilar kemandirian nasional. Kebijakan ini dijalankan secara selektif dan efektif guna meredam gejolak sekaligus memperkuat agenda pembangunan jangka menengah.
Beberapa langkah konkret yang disampaikan antara lain:
-
Insentif fiskal untuk sektor strategis,
-
Optimalisasi pendapatan negara di kisaran 11,71% – 12,22% dari PDB,
-
Belanja negara sebesar 14,19% – 14,75% dari PDB,
-
Pengendalian defisit fiskal di kisaran 2,48% – 2,53%.
Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2026
Dalam pemaparan teknisnya, Menkeu juga menyampaikan asumsi dasar ekonomi makro untuk tahun 2026, antara lain:
-
Pertumbuhan ekonomi: 5,2% – 5,8%,
-
Inflasi: 1,5% – 3,5%,
-
Suku bunga SBN 10 tahun: 6,6% – 7,2%,
-
Nilai tukar: Rp16.500 – Rp16.900 per USD,
-
Harga minyak mentah Indonesia (ICP): USD60 – USD80 per barel,
-
Lifting minyak bumi: 600.000 – 605.000 barel/hari,
-
Lifting gas: 953.000 – 1.017.000 barel setara minyak/hari.
Target Sosial Ekonomi: Turunkan Kemiskinan dan Tingkatkan IMM
Untuk target pembangunan manusia, pemerintah menargetkan penurunan angka kemiskinan ke 6,5% – 7,5% dan pengangguran terbuka pada 4,44% – 4,96%. Rasio gini ditargetkan menurun ke 0,377 – 0,380, sedangkan Indeks Modal Manusia (IMM) diharapkan meningkat ke 0,57 dari target tahun 2025 sebesar 0,56.
“Kita tidak bisa hanya bertahan, tetapi harus terus bertransformasi di tengah dunia yang semakin tidak pasti. Itulah landasan dari arah kebijakan fiskal 2026,” tegas Menkeu.