KINERJA PERUMDA PASAR NIAGA KERTA RAHARJA KABUPATEN TANGERANG:
ANTARA TUGAS PELAYANAN PUBLIK DAN TUNTUTAN PROFESIONALISME BISNIS**
Oleh: Hadi Hartono*)
Pendahuluan:
Pasar rakyat adalah denyut yang membuat ekonomi lokal tetap hidup. Di Kabupaten Tangerang, urat nadi itu sebagian besar dikelola oleh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Niaga Kerta Raharja—sebuah BUMD yang diberi mandat untuk mengelola pasar tradisional, fasilitas niaga, serta layanan pendukung yang berkaitan dengan perdagangan masyarakat.
Dalam konteks pemerintahan daerah modern, peran Perumda bukan hanya sebagai pengelola bangunan tempat jual beli, tetapi juga sebagai aktor pembangunan ekonomi yang bertugas menyeimbangkan tiga hal: pelayanan publik, stabilitas harga, dan kinerja keuangan yang sehat.
Karena itu, menilai kinerja Perumda Pasar Niaga Kerta Raharja tidak bisa hanya dari laporan pendapatan. Kita harus melihat bagaimana lembaga ini menjalankan amanah: apakah pasar semakin tertata? Apakah pedagang merasa dilayani? Apakah kebocoran retribusi dapat ditekan? Apakah kegaduhan pasar dapat diredam tanpa merugikan pelaku usaha kecil?
Artikel panjang ini menyajikan analisis komprehensif tentang kinerja Perumda Pasar Niaga Kerta Raharja dengan meninjau aspek:
- Struktur organisasi dan tata kelola
- Pelayanan kepada pedagang dan masyarakat
- Kinerja operasional dan keuangan
- Tantangan kronis pasar tradisional
- Peluang penguatan di era digital
- Rekomendasi strategis untuk masa depan
1. Struktur Organisasi dan Tata Kelola: Antara Fungsi Strategis dan Beban Birokrasi
Perumda Pasar Niaga Kerta Raharja memiliki struktur organisasi yang secara umum mengikuti pola BUMD: ada dewan pengawas, direksi, dan jajaran manajemen operasional. Namun, berbagai evaluasi menunjukkan bahwa banyak BUMD—termasuk Perumda pasar—sering terjebak dalam dualisme peran: apakah harus berorientasi pada layanan publik atau profit?
Tantangan terbesar struktur organisasi Perumda adalah:
a. Kurangnya pemisahan fungsi strategis dan eksekusi teknis
Beberapa jabatan strategis masih tumpang tindih dengan fungsi operasional. Misalnya, divisi yang harusnya fokus pada pengembangan pasar justru terseret mengurus persoalan teknis harian seperti perbaikan atap bocor, pemeliharaan saluran, atau urusan kebersihan.
b. Kapasitas SDM tidak merata di seluruh unit pasar
Pasar-pasar yang besar dan ramai biasanya memiliki manajer pasar yang lebih berpengalaman, tetapi pasar kecil sering dikelola oleh petugas dengan kompetensi terbatas. Ini menghasilkan kesenjangan kinerja antar pasar.
c. Sistem kontrol internal lemah
Isu klasik pasar tradisional adalah kebocoran retribusi. Di beberapa kabupaten/kota angka kebocoran bisa mencapai 20–40%. Tanpa sistem audit dan pengawasan elektronik, kebocoran sulit dicegah.
Perumda Pasar Niaga Kerta Raharja mulai menerapkan penguatan administrasi, namun tanpa digitalisasi menyeluruh, potensi kebocoran tetap besar.
d. Pengawasan politik yang berlebihan
Sebagai BUMD, Perumda tidak lepas dari tekanan politik. Hal ini sering membuat manajemen sulit menjalankan strategi jangka panjang karena harus menyesuaikan dengan kepentingan birokrasi atau agenda tahunan pemerintah daerah.
Kinerja sebuah BUMD pasar seharusnya diukur dengan standar profesional, bukan hanya serapan anggaran atau kepatuhan struktural.
2. Pelayanan kepada Pedagang: Indikator Utama Keberhasilan Pengelolaan Pasar
Pasar tradisional tidak bisa dikelola seperti perusahaan biasa. Ada dinamika sosial, budaya, dan ekonomi yang harus dipahami. Karena itu, indikator kinerja terbaik adalah seberapa puas pedagang dan pembeli.
Pengamatan di lapangan (berdasarkan kecenderungan umum di banyak pasar daerah) menunjukkan beberapa pola:
a. Penataan Los dan Kios Masih Menjadi PR Besar
Sebagian pasar masih menghadapi masalah klasik: pedagang kaki lima yang meluber, los yang tidak terisi, dan kios kosong yang dibiarkan tanpa strategi pemanfaatan. Tata kelola semacam ini membuat pasar tampak semrawut dan mengurangi kenyamanan pengunjung.
b. Retribusi Tinggi Tanpa Peningkatan Layanan
Beberapa pedagang kerap mengeluhkan retribusi harian yang dianggap tinggi, sementara fasilitas dasar seperti toilet, penerangan, drainase, dan kebersihan pasar belum optimal.
Kinerja pasar tidak diukur dari banyaknya retribusi yang dipungut, tetapi dari kualitas fasilitas yang diberikan sebagai timbal balik.
c. Minimnya Transparansi dan Komunikasi
Pedagang sering tidak tahu ke mana aliran retribusi pasar digunakan. Ketika ada rencana renovasi, revitalisasi, atau relokasi, komunikasi dari pengelola pasar sering tidak memadai sehingga memunculkan konflik.
d. Konflik Internal Pedagang
Dalam beberapa kasus, perselisihan antarpedagang—misalnya rebutan lapak atau perebutan pelanggan—tidak ditangani secara profesional. Perumda seharusnya memiliki mekanisme mediasi dan penyelesaian konflik yang lebih sistematis dan cepat.
3. Kinerja Operasional: Antara Target Pendapatan dan Fungsi Pelayanan Publik
Pengelolaan pasar memerlukan biaya besar: kebersihan harian, petugas keamanan, pemeliharaan bangunan, pengelolaan sampah, dan penertiban. Karena itu, kinerja operasional Perumda harus dilihat dari efisiensi pengelolaan biaya dibandingkan manfaat layanan.
Beberapa catatan penting:
a. Efektivitas Retribusi
Kinerja retribusi Perumda tidak hanya dinilai dari meningkatnya pendapatan, tetapi apakah peningkatan itu berbanding lurus dengan layanan yang diterima.
Banyak pedagang merasa “pembayar retribusi tetapi tidak menjadi penerima manfaat”.
b. Revitalisasi Pasar Masih Terbatas
Masih ada pasar tradisional di Kabupaten Tangerang yang kondisinya kumuh dan tidak layak. Program revitalisasi yang sudah berjalan belum merata, dan beberapa pasar yang sudah direnovasi justru menghadapi masalah baru seperti sepinya pembeli atau pedagang tidak mampu membayar sewa kios baru.
c. Kerja Sama Pihak Ketiga
Beberapa revitalisasi pasar memanfaatkan pola kerja sama Build Operate Transfer (BOT).
Namun, ini sering menimbulkan konflik karena pedagang menilai harga kios terlalu tinggi.
Perumda harus mengawasi agar kerja sama tidak merugikan pedagang dan tidak menghilangkan fungsi sosial pasar.
d. Sistem Pengelolaan Sampah yang Belum Optimal
Volume sampah pasar sangat tinggi, tetapi pengelolaan sampah masih tradisional.
Tanpa manajemen sampah yang modern (misalnya TPS3R, pemilahan, pengolahan organik), pasar berpotensi menjadi sumber bau dan keluhan warga sekitar.
4. Kinerja Keuangan: Tantangan BUMD yang Berorientasi Layanan
Tidak mudah menilai kinerja keuangan Perumda Pasar Niaga Kerta Raharja. Sebagai BUMD layanan publik, Perumda tidak dituntut menghasilkan laba besar seperti BUMN atau perusahaan swasta. Tetapi sebagai lembaga bisnis, ia tetap harus efisien dan sehat secara finansial.
Beberapa persoalan umum yang sering muncul:
a. Pendapatan Tak Seimbang dengan Kebutuhan Operasional
Pendapatan utama berasal dari:
- retribusi harian
- sewa kios/los
- retribusi parkir
- layanan pendukung (kebersihan, cold storage, dll)
Namun, kebutuhan biaya operasional rutin jauh lebih besar daripada pendapatan pasar yang stagnan.
Inilah alasan mengapa Perumda perlu inovasi pendapatan non-retribusi.
b. Belanja Pemeliharaan Rendah
Beberapa pasar mengalami kerusakan fisik karena minimnya anggaran pemeliharaan.
Ini menyebabkan pasar cepat kumuh dan menimbulkan persepsi negatif publik.
c. Ketergantungan pada Anggaran Pemerintah Daerah
Idealnya, Perumda harus mandiri secara finansial. Tetapi ketergantungan pada APBD masih cukup kuat, terutama untuk proyek pembangunan atau revitalisasi skala besar.
d. Minimnya Inovasi Investasi
Banyak peluang usaha belum digarap optimal, seperti:
- pasar tematik
- pasar malam legal
- marketplace digital
- penyewaan cold storage modern
- jasa logistik sayur dan daging
- warung UMKM binaan
Jika Perumda hanya mengandalkan retribusi, maka mustahil mendapat peningkatan pendapatan signifikan.
5. Kondisi Fisik Pasar: Realita Lapangan yang Tidak Bisa Ditutupi
Pasar yang baik bukan hanya transaksi. Ia harus aman, bersih, nyaman, rapi, dan ramah pengunjung.
Beberapa kondisi pasar di Kabupaten Tangerang masih menghadapi persoalan:
a. Kebersihan Tidak Konsisten
Pasar yang higienis membutuhkan petugas kebersihan profesional dengan SOP jelas.
Tanpa manajemen sampah modern, pasar mudah terlihat kumuh karena sayuran busuk, sampah ikan, dan sisa dagangan.
b. Drainase Sering Tersumbat
Masalah paling sering ditemui di hampir semua pasar adalah air yang menggenang, terutama di area basah. Pengunjung menjadi enggan masuk, pedagang dirugikan.
c. Sanitasi dan Toilet Umum yang Buruk
Toilet kotor adalah keluhan nomor satu pedagang dan pembeli. Ini mempengaruhi citra pasar secara keseluruhan.
d. Penerangan Tidak Merata
Area gelap rawan pencurian dan pungli. Banyak pasar memerlukan peningkatan lampu dan CCTV.
e. Parkir Semrawut
Di beberapa lokasi, pengelolaan parkir masih semi-informal dan rawan pungli.
Ketika parkir tidak tertib, pengunjung malas datang.
6. Persepsi Pedagang: Faktor Penentu Keberhasilan Pengelolaan Pasar
Dalam banyak studi pasar tradisional, kepuasan pedagang adalah kunci stabilitas pasar. Jika pedagang merasa dikelola secara adil dan transparan, konflik akan menurun dan pendapatan pasar meningkat.
Namun, persepsi pedagang terhadap Perumda sering beragam:
Positif
✓ Ada pasar yang pelayanan kebersihannya bagus
✓ Ada manajer pasar yang komunikatif
✓ Relasi pedagang–pengelola di beberapa pasar cukup harmonis
Negatif
✗ Retribusi naik, pelayanan stagnan
✗ Relokasi pedagang tidak jelas mekanismenya
✗ “Premanisme pasar” belum hilang sepenuhnya
✗ Ada pedagang yang merasa tidak terakomodasi
Perumda perlu menyadari bahwa pasar bukan sekadar bangunan, tetapi komunitas sosial–ekonomi yang harus dirawat.
7. Pengawasan dan Transparansi: Indikator Integritas BUMD
Transparansi menjadi isu besar dalam pengelolaan pasar. Publik sering tidak tahu:
- berapa target pendapatan pasar?
- berapa realisasi penerimaan?
- bagaimana mekanisme pengadaan barang/jasa?
- bagaimana pemilihan pedagang relokasi?
Perumda harus membuka informasi ini secara berkala.
Tanpa transparansi, pengelola pasar rawan menjadi sasaran isu negatif.
8. Tantangan Era Modern: Pasar Tradisional Harus Beradaptasi
Kinerja Perumda juga harus dinilai dari bagaimana lembaga ini menyikapi perubahan zaman.
Ada beberapa tantangan modern yang belum sepenuhnya diantisipasi:
a. Perubahan Pola Belanja
Masyarakat urban Tangerang kini lebih sering berbelanja di:
- minimarket
- supermarket
- platform online
- layanan pesan antar
Jika pasar tradisional tidak ditata ulang, ia akan ditinggalkan.
b. Digitalisasi Pasar
Di beberapa kota besar, pasar sudah menerapkan sistem:
- e-retribusi
- QRIS pembayaran lapak
- marketplace lokal
- informasi harga harian berbasis aplikasi
Perumda harus mulai bergerak ke arah ini.
c. Regulasi dan Standar Higienitas Pangan
Pemerintah pusat mendorong pasar menerapkan standar keamanan pangan, terutama untuk daging, ikan, dan produk basah.
Tanpa standar ini, pasar sulit bersaing dengan ritel modern.
9. Peluang Besar: Pasar Rakyat Bisa Menjadi Penggerak Ekonomi, Jika…
Di balik tantangan, ada banyak peluang bagi Perumda untuk meningkatkan kinerja:
a. Pasar Tematik
Membangun pasar khusus seperti:
- pasar kuliner
- pasar buah dan sayur organik
- pasar UMKM
- night market legal
Pasar tematik lebih menarik pengunjung dan meningkatkan pendapatan.
b. Wisata Pasar Tradisional
Konsep ini telah sukses di Yogyakarta, Semarang, dan Bandung.
Pasar bisa menjadi destinasi wisata kuliner dan budaya.
c. Modernisasi Manajemen
Dengan elektronifikasi retribusi, kebocoran bisa ditekan hingga <5%.
d. Kemitraan dengan UMKM dan Startup
Perumda bisa bekerja sama dengan startup logistik, fintech, dan e-commerce untuk menciptakan ekosistem pasar digital.
10. Rekomendasi Strategis untuk Meningkatkan Kinerja Perumda
Berikut rumusan langkah strategis yang dapat dilakukan:
1. Digitalisasi Total Administrasi dan Retribusi
- E-retribusi
- QRIS standar
- Dashboard pendapatan real-time
Ini menekan kebocoran dan meningkatkan transparansi.
2. Revitalisasi Pasar Berbasis Kebutuhan Nyata Pedagang
Solusi revitalisasi tidak boleh dipaksakan.
Model pasar harus sesuai karakter pedagang, bukan hanya proyek fisik.
3. Perbaikan Infrastruktur Dasar Secara Prioritas
- toilet bersih
- saluran anti-banjir
- pencahayaan & CCTV
- manajemen sampah modern
Ini meningkatkan kenyamanan dan menambah kunjungan.
4. Penguatan SDM Pengelola Pasar
Pelatihan wajib:
- manajemen konflik
- layanan publik
- digitalisasi administrasi
- keamanan pangan
5. Pembentukan Unit Pengelola Keluhan (Customer Service Pasar)
Pedagang dan pembeli harus punya kanal aduan resmi.
6. Pengembangan Pasar Tematik dan Pasar Kuliner
Ini meningkatkan pendapatan non-retribusi.
7. Sinergi dengan Pemerintah Daerah
Perumda harus menjadi mitra strategis dalam pengendalian inflasi dan distribusi pangan.
Kesimpulan: Membangun Pasar Rakyat Modern yang Tetap Manusiawi
Kinerja Perumda Pasar Niaga Kerta Raharja Kabupaten Tangerang berada pada titik persimpangan: antara tuntutan modernisasi dan realita lapangan yang masih dipenuhi masalah klasik.
Agar pasar tradisional tetap hidup dan relevan, Perumda harus berani berubah. Digitalisasi, profesionalisme pengelolaan, perbaikan infrastruktur, serta komunikasi yang transparan dengan pedagang merupakan kunci utama.
Pasar rakyat adalah ruang sosial yang membentuk identitas budaya. Jika dikelola dengan baik, pasar bukan hanya tempat bertransaksi, tetapi juga pusat pertumbuhan UMKM, ruang interaksi masyarakat, dan simbol kehidupan ekonomi daerah.
Perumda Pasar Niaga Kerta Raharja memiliki peluang besar menjadi pelopor pasar modern berbasis tradisi, asal mampu menjawab tantangan yang ada dengan keberanian dan inovasi.
*)Penulis adalah Pemerhati Kebijakan Publik

