ca-pub-2565852941147038 Dialektika Bung Karno – Memahami Soekarno dalam Percakapan Sejarah yang Berlapis

Dialektika Bung Karno – Memahami Soekarno dalam Percakapan Sejarah yang Berlapis

Hadi Hartono
By -
0

TINJAUAN BUKU

Dialektika Bung Karno – Memahami Soekarno dalam Percakapan Sejarah yang Berlapis
Oleh: Redaksi



Bung Karno atau Ir. Soekarno adalah tokoh sentral dalam sejarah Indonesia. Lebih dari sekadar Proklamator dan Presiden pertama Republik Indonesia, ia merupakan sosok intelektual yang gagasan dan pemikirannya lahir dari dialektika sejarah—pertarungan dan dialog ide-ide yang sangat kompleks di masa kolonial, masa revolusi, dan masa awal kemerdekaan.


Buku Dialektika Bung Karno menawarkan pendekatan yang berbeda dalam memandang Bung Karno. Buku ini bukan sekadar biografi atau narasi kronologis, tetapi sebuah ruang dialog dan pertarungan gagasan. Di dalamnya, pembaca diajak menelusuri bagaimana Bung Karno berinteraksi secara intelektual dengan berbagai tokoh nasional dan internasional, termasuk tokoh agama, nasionalis, hingga pemimpin dunia. Pendekatan ini memberikan warna baru dalam memahami kompleksitas peran Bung Karno sebagai seorang pemimpin dan intelektual.


Buku ini tersusun atas lebih dari 40 bab, di mana setiap babnya menampilkan interaksi dialektis antara Bung Karno dengan tokoh lain, baik tokoh Indonesia maupun internasional. Misalnya, dalam bab awal, pembaca dibawa ke Surabaya dan Bandung, tempat Bung Karno muda belajar dan merumuskan ide-ide yang kemudian dikenal dengan Marhaenisme. Di bab-bab selanjutnya, penulis menggambarkan bagaimana Bung Karno berdialog dengan tokoh-tokoh Islam seperti KH Agus Salim, Ahmad Hassan, serta tokoh nasionalis seperti Tan Malaka, Sutan Sjahrir, dan Hatta. Pada bagian akhir buku, Bung Karno diperlihatkan dalam konteks hubungan internasional, berdiskusi dengan tokoh besar seperti Jawaharlal Nehru, Gamal Abdel Nasser, Mao Zedong, dan John F. Kennedy.


Salah satu kekuatan utama buku ini adalah struktur dialektisnya, di mana sejarah dipandang sebagai ruang dialog, bukan monolog. Dengan gaya naratif yang puitis dan penuh refleksi, buku ini mampu mengemas materi berat menjadi bacaan yang menarik dan mudah dicerna. Pendekatan ini membuat Bung Karno tampil bukan sebagai sosok yang sempurna atau tanpa cela, melainkan sebagai manusia biasa yang berjuang dan bergulat dengan konteks zamannya.


Relasi Bung Karno dengan Islam menjadi salah satu fokus penting dalam buku ini. Penulis menampilkan posisi Bung Karno yang tidak sekadar menolak atau menerima Islam, tetapi berada dalam posisi dinamis yang menerima nilai-nilai moral dan spiritual Islam sekaligus menghindari penggunaan agama sebagai alat politik identitas semata. Dialog dengan tokoh-tokoh Islam di dalam buku ini menggambarkan keragaman pemikiran Islam dalam bingkai kebangsaan Indonesia.


Selain itu, buku ini juga membahas konflik ideologi yang dihadapi Bung Karno, seperti ketegangan antara nasionalisme dan komunisme melalui dialog dengan tokoh-tokoh seperti Tan Malaka dan Muso. Namun penulis tidak menyederhanakan konflik tersebut menjadi hitam-putih, melainkan menampilkan persamaan tujuan mereka, yaitu pembebasan rakyat dari penjajahan dan ketidakadilan sosial.


Bab-bab akhir buku memperluas cakrawala ke tingkat global, di mana Bung Karno muncul sebagai tokoh penting dalam diplomasi dunia ketiga dan gerakan Non-Blok. Perjumpaannya dengan para pemimpin dunia besar menampilkan Bung Karno sebagai figur yang mencoba mengubah peta politik dunia dengan pendekatan moral dan pragmatis.

Bagian paling menarik dan segar adalah bab tentang dialektika imajiner Bung Karno di era digital. Penulis mengajak pembaca membayangkan bagaimana Bung Karno akan tampil di tengah dinamika media sosial, informasi yang cepat, dan polarisasi yang semakin tajam. Meskipun bersifat spekulatif, bab ini memberikan ruang refleksi yang dalam tentang relevansi gagasan Bung Karno di zaman modern.


Secara keseluruhan, buku ini memiliki sejumlah keunggulan: struktur dialektis yang inovatif, gaya bahasa yang mengalir dan naratif, kedalaman riset yang kuat, serta relevansi yang tinggi bagi pembaca masa kini, terutama generasi muda yang ingin memahami gagasan besar Bung Karno dalam konteks modern.


Kelemahan buku ini mungkin terletak pada beberapa bab yang terasa padat dan berat bagi pembaca awam, terutama bab-bab yang membahas tokoh militer atau dialog yang sangat teknis. Struktur tematik yang tidak linier juga bisa menjadi tantangan bagi pembaca yang terbiasa dengan urutan kronologis.


Buku ini sangat direkomendasikan bagi mahasiswa ilmu sosial, sejarah, politik, para aktivis, akademisi, serta siapa saja yang ingin memahami lebih dalam perjalanan gagasan Bung Karno dan bagaimana pemikirannya masih relevan hingga kini.


Buku ini tidak hanya menambah wawasan sejarah, tetapi juga mengajak kita merenungkan bagaimana sejarah adalah ruang dialog yang terus berjalan, bukan narasi tunggal yang berhenti. Bung Karno, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, menjadi pusat dari dialog ini, figur yang mengingatkan kita bahwa memahami bangsa berarti memahami dialog sejarah yang kompleks dan dinamis.


Link resmi buku ini dapat diakses di:
https://kbm.id/book/detail/9ad2330d-64be-42b7-8bf2-f64e7c9b3b03














Hashtag yang dapat digunakan untuk blog atau media sosial:
#DialektikaBungKarno #Soekarno #SejarahIndonesia #ReviewBuku #BukuSejarah #IdeologiNasional #DialektikaPemikiran #NonBlok #Marhaenisme #BungKarno #PemimpinBangsa #LiterasiSejarah


Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Ok, Go it!